Selasa, 22 November 2016

Resistensi malaria meningkat

Menurut World Health Organization (WHO), pengertian resistensi adalah berkembangnya kemampuan toleransi suatu spesies serangga terhadap dosis toksik insektisida yang mematikan sebagian besar populasi. Secara prinsip mekanisme resistensi ini akan mencegah insektisida berikatan dengan titik targetnya atau tubuh serangga menjadi mampu untuk mengurai bahan aktif insektisida sebelum sampai pada titik sasaran. Sedangkan jenis atau tingkatan resistensi itu sendiri meliputi tahap rentan, toleran baru kemudian tahap resisten.
Pada dasarnya mekanisme resistensi insektisida pada serangga dapat dibagi menjadi tiga tahap. Pada tahap pertama terjadi peningkatan detoksifikasi insektisida, sehingga insektisida menjadi tidak beracun (hal ini disebabkan pengaruh kerja enzim tertentu). Kemudian terjadi penurunan kepekaan titik target insektisida pada tubuh,. Tahap selanjut terjadi penurunan laju penetrasi insektisida melalui kulit, sehingga menghambat masuknya bahan aktif insektisida dan meningkatkan enzim detoksifikasi.
Menurut penelitian yang dipublikasikan di jurnal The Lancet, meningkatnya resistensi membuat upaya untuk melenyapkan malaria harus dikompromikan secara serius. Selama bertahun-tahun, obat yang efektif menghadapi malaria telah disarikan dari tanaman China, Artemisia annua.
Pada 2009 peneliti menemukan bahwa spesies parasit malaria yang paling mematikan dan disebarkan oleh nyamuk menjadi lebih resisten pada obat artemisinin di daerah barat Kamboja.
Data baru ini memastikan bahwa parasit Plasmodium falciparum yang menginfeksi pasien berjarak lebih dari 500 mil jauhnya di perbatasan Thailand dan Burma itu pun terus tumbuh menjadi lebih resisten.
Peneliti dari Shoklo Malaria Research Unit mengukur waktu yang dibutuhkan obat artemisinin untuk menghilangkan parasit dari aliran darah terhadap 3.000 pasien lebih antara tahun 2001 dan 2010. Peneliti menemukan bahwa artemisinin menjadi kurang efektif dan jumlah pasien yang mengalami resistensi meningkat hingga 20 persen.
Prof. Francois Nosten yang menjadi bagian dari tim peneliti studi terbaru mengatakan bahwa perkembangannya sangat serius. “Hal ini tentu akan mendorong kompromi terhadap ide melenyapkan malaria, termasuk kemungkinan kebangkitan penyakit malaria di berbagai tempat,” katanya seperti dilansir dari BBC.
Ilmuwan lain yang terlibat dalam studi tersebut adalah Dr. Standwell Nkhoma dari Texas Biomedical Research Institute. “Penyebaran parasit malaria yang resisten terhadap obat di Asia Tenggara dan sub-Sahara Afrika dimana banyak terjadi kematian akibat malaria, akan menjadi bencana kesehatan publik yang berujung pada jutaan kematian”.
Ilmuwan tak dapat mengatakan jika resistensinya telah berpindah karena nyamuk yang membawa parasit resisten telah berpindah ke perbatasan Burma atau karena ini telah muncul secara spontan di dalam populasi daerah tersebut. Peneliti pun menyatakan ini bisa tumbuh menjadi momok terhadap malaria yang tidak dapat diobati.
“Entah resistensinya telah bergerak dan akan terus bergerak dan akhirnya mencapai Afrika atau jika telah muncul dimanapun, kini artemisinin adalah terapi standar di seluruh dunia maka itu berarti penyakitnya bisa muncul dimana saja,” kata Prof. Nosten.
“Jika kita kehilangan artemisinin dan tak memiliki obat baru untuk menggantikannya, kita bisa kembali ke masa 15 tahun lalu di mana muncul kasus-kasus penyakit yang sangat sulit diobati karena obat kurang efektif mengatasi penyakit.”
Artemisinin jarang digunakan sendiri, biasanya dikombinasikan dengan obat yang lebih tua untuk membantu melawan tumbuhnya resistensi.
Terapi kombinasi berbasis artemisinin ini sekarang direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebagai pengobatan pertama dan telah berkontribusi terhadap menurunnya kasus malaria di banyak daerah baru-baru ini.
Berdasarkan World Malaria Report 2011, penyakit malaria bertanggung jawab terhadap meninggalnya 655.000 orang selama 2010 atau lebih dari 1 satu orang setiap menit. Sebagian besar adalah anak-anak dan wanita hamil

Tidak ada komentar:

Posting Komentar